Kerja Tapi Gak Jelas Statusnya: Saat Perjanjian Kerja Lisan Jadi Masalah Serius (Episode 1)

Kamu pernah nggak ngerasain udah kerja mati-matian, tapi kok kayak… nggak dianggap? Nggak dikasih kontrak, nggak jelas statusnya, dan tiba-tiba besok kamu dibilang “nggak usah masuk kerja lagi.”
Sounds familiar? Tenang, kamu nggak sendiri.

Di era sekarang, banyak Gen Z yang langsung terjun ke dunia kerja—baik itu karena kebutuhan, pengen cari pengalaman, atau sekadar pengen produktif. Tapi sayangnya, banyak juga yang akhirnya kejebak di situasi “kerja tapi statusnya ngambang.” Apalagi kalau kerjanya di usaha kecil, startup yang masih bootstrap, bisnis UMKM atau perusahaan yang masih skala kecil.

Banyak dari kita yang ngerasa, “Ah, yang penting digaji tiap bulan. Soal kontrak, ntar juga dikasih.”
Sayangnya… dunia nggak seideal itu, ferguso hehe

“Tenang aja, kontraknya nyusul kok.”

Kalimat paling toxic yang sering dilontarkan atasan ke anak baru. Dan kita, yang masih idealis dan pengen jaga reputasi, ya nurut-nurut aja. Kita pikir:

“Ah, paling emang SOP-nya gitu di sini.”
“Lagian bosnya baik, kok. Nggak bakal kenapa-kenapa.”

Fast forward tiga bulan kemudian: kamu tiba-tiba digantiin, gaji kamu dipotong sepihak, atau lebih parah, kamu di-ghosting sama tempat kerja. Nggak ada kejelasan, nggak ada pesangon, dan kamu nggak tahu harus ngapain.

Nah, ini dia pentingnya kita bahas soal perjanjian kerja, dan kenapa nggak semua hal bisa kamu anggap sepele.

Kenalan Sama Hukum: Pasal 51 & 52 UU No. 13 Tahun 2003

Kamu tahu nggak, ternyata menurut hukum di Indonesia, kerja tanpa kontrak tertulis itu bisa aja sah. Tapi… ada tapinya.

🔍 Pasal 51 Ayat (1):

“Perjanjian kerja dapat dibuat secara tertulis atau lisan.”

Oke, jadi nggak tertulis pun sebenarnya boleh. Tapi ini lanjut…

🔍 Pasal 52 Ayat (1):

“Perjanjian kerja dibuat atas dasar:
a. kesepakatan kedua belah pihak;
b. kemampuan atau kecakapan melakukan perbuatan hukum;
c. adanya pekerjaan yang diperjanjikan; dan
d. pekerjaan yang diperjanjikan tidak bertentangan dengan ketertiban umum, kesusilaan, dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.”

Artinya, perjanjian kerja yang lisan pun tetap sah secara hukum asalkan memenuhi semua unsur itu.

Tapi pertanyaannya: kalau ada masalah, bisakah kamu membuktikan bahwa itu perjanjian kerja yang sah?

Di Sini Masalahnya Dimulai…

Kamu kerja udah 2 bulan, tiap hari masuk tepat waktu, ngerjain tugas-tugas yang jelas dikasih sama supervisor, dan bahkan ikut meeting internal. Tapi… nggak ada kontrak, dan nggak ada bukti tertulis apa pun.

Pas kamu nuntut hak, atasan kamu bisa aja ngeles:

“Lho, kamu tuh magang, bukan karyawan tetap.”
“Kita nggak pernah janjiin gaji segitu, deh.”
“Kita cuma bantu kamu cari pengalaman.”

Kalau kamu andelin perjanjian lisan, nggak punya bukti tertulis atau bukti komunikasi yang kuat, hukum pun bakal susah ngebelain kamu. Inilah kenapa perjanjian lisan bisa menjadi masalah besar.

Studi Kasus Mini: Cerita Andin

Andin, 22 tahun, baru lulus dan dapet kerja di sebuah coffee shop kekinian di Jakarta Selatan. Gajinya nggak gede-gede amat, tapi cukup buat hidup mandiri.

Selama 4 bulan, dia kerja rajin, sampai kadang lembur. Tapi karena katanya “bisnis masih baru,” owner belum kasih kontrak.

Tiba-tiba, suatu hari dia ditelepon:

“Mulai besok nggak usah masuk dulu ya. Lagi efisiensi.”

Gaji bulan terakhir belum dibayar. Andin panik dan nanya ke temen-temennya. Semua bilang, “Laporin ke Disnaker!” Tapi pas dia coba lapor, petugas tanya:

“Ada kontrak kerja atau bukti hubungan kerja?”

Andin cuma punya chat WhatsApp isinya, “Kamu bisa mulai besok ya jam 9.”
Gaji ditransfer pakai cash. Nggak ada slip, nggak ada surat pengangkatan.

Andin cuma bisa pulang, bingung, dan kecewa.

Lalu Gimana Caranya Ngelindungin Diri?

Here comes the important part.

Meskipun kontrak lisan secara hukum sah, kita hidup di dunia nyata yang penuh drama. Dan satu-satunya cara buat jaga diri adalah: siapkan bukti.

Berikut beberapa tips buat kamu yang lagi kerja tanpa kontrak:

✅ 1. Simpan Bukti Komunikasi

Jangan anggap remeh chat WhatsApp, email, atau DM Instagram dari HR atau bos kamu. Screenshoot semua hal penting kayak:

“Kamu mulai kerja tanggal sekian ya.”

“Gaji kamu 2,5 juta.”

“Jam kerja kamu dari jam 9 sampai 5.”

✅ 2. Simpan Bukti Transfer

Kalau gaji kamu ditransfer via bank, simpan bukti mutasi. Kalau dibayar cash, minta kwitansi atau bukti tulis tangan. Kalau nggak dikasih? Tulis sendiri dan minta tanda tangan.

✅ 3. Catat Jam Kerja dan Aktivitas

Kamu bisa bikin log kerja pribadi: kapan masuk, apa yang dikerjain, dan siapa yang kasih instruksi. Ini bisa bantu banget kalau nanti harus bawa kasus kamu ke Disnaker.

✅ 4. Minta Kontrak (Dengan Cara Elegan)

Kalau udah sebulan kerja dan belum ada tanda-tanda kontrak, coba bilang ke atasan:

“Pak/Bu, saya mau nanya, kontrak kerja saya nanti bentuknya gimana ya? Soalnya saya pengin tahu status dan hak saya juga ke depannya.”

Nggak lebay, sopan, dan menunjukkan bahwa kamu paham hak-hak kamu.

Edukasi Diri = Proteksi Diri

Sebagai Gen Z, kita punya kelebihan: melek teknologi, gampang cari info, dan berani speak up. Tapi sayangnya, banyak yang masih belum paham bahwa status kerja itu bukan cuma soal gaji, tapi juga soal perlindungan hukum.

Kalau kamu kerja tanpa kejelasan, kamu bisa kehilangan:

  • Hak atas upah layak.
  • Hak cuti.
  • Hak THR.
  • Hak atas perlindungan saat kecelakaan kerja.
  • Hak atas pesangon kalau kamu di-PHK sepihak.

Jadi, Apa yang Harus Dilakuin?

Kalau kamu lagi kerja tanpa kontrak, jangan panik, tapi juga jangan cuek. Lakukan langkah-langkah ini:

  1. Tanya baik-baik soal status kerja kamu.
  2. Dokumentasikan semua hal penting.
  3. Kalau dirugikan, segera konsultasi ke Dinas Ketenagakerjaan.
  4. Jangan takut untuk memperjuangkan hak kamu, asal dengan cara yang sopan dan terukur.

Penutup: Jangan Asal Terima, Pahami Dulu

Zaman sekarang, kerja itu bukan cuma soal cari uang. Tapi juga soal harga diri dan perlindungan hak. Jangan karena kamu butuh kerja, kamu rela jadi korban ketidakjelasan.

Kamu boleh kerja di mana aja, tapi kamu juga berhak tahu: “Status kamu tuh siapa di sana?”
Pekerja tetap? Kontrak? Freelance? Magang? Semua harus jelas.

Perjanjian kerja lisan emang sah menurut hukum, tapi kalau bisa tertulis, kenapa nggak?
Karena ketika masalah muncul, bukti bicara lebih kencang daripada janji.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *